TUGAS
MATA KULIAH
PENGELOLAAN HAMA DAN PENYAKIT
TERPADU
Oleh :
F I T M A N
: D1B1 12 067
ASTI FINDAYANI : D1B1 12 069
KELAS :
GANJIL
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2015
SOAL
1.
Kenapa
Harus PHPT ?
Ruang
Lingkup PHPT
PHT
adalah suatu cara pendekatan atau cara berfikir tentang pengendalian hama
dan penyakit tumbuhan yang didasarkan pada pertimbangan ekologi dan
efisiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan agroekosistem yang berwawasan
lingkungan yang berkelanjutan.
Sebagai
sasaran teknologi PHPT adalah : 1) produksi pertanian mantap tinggi, 2)
Penghasilan dan kesejahteraan petani meningkat, 3) Populasi OPT dan kerusakan
tanaman tetap pada aras secara ekonomi tidak merugikan dan 4) Pengurangan
resiko pencemaran Lingkungan akibat penggunaan pestisida yang berlebihan
Dengan konsep pengendalian hama dan penyakit
terpadu yang semakin menunjukan peningkatan pengguaan dan aplikasinya, konsep
pengendalian hama dan penyakit yang menerapakan penggunaan pestisida mulai
ditinggalkan.
Konsep perlindungan hama dan penyakit
menggunakan pestisida ditinggalkan karena tidak sesuai dengan kaidah-kaidah
lingkungan hidup yang menjaga kelestarian lingkungan dan keragaman hayati serta
hilangnya beberapa musuh alami hama dan penyakit.
Konsep lain yang mulai ditinggalkan adalah
pertanian secara intensif baik dalam budidaya maupun penanggulangan hama
dan penyakit. Konsep penanggulangan ini hanya berkonsentari terhadap produksi
dan mutu hasil budidaya tanpa memikirkan dampak yang ditimbulkan seperti adanya
zat-zat beracun yang ikut terbawa oleh hasil panen, hilangnya karegaman biota,
dan dampak lainnya yang timbul akibat pertanian secara intensif tersebut.
Gangguan OPT dapat menyebabkan penurunan
kualitas dan kuantitas hasil serta kematian tanaman. Adanya ancaman OPT
terhadap tanaman budi daya mengharuskan petani dan perusahaan pertanian
melakukan berbagai upaya pengendalian. Sejarah perkembangan pengendalian hama
dan penyakit di Indonesia dimulai sejak periode sebelum kemerdekaan,
1950-1960-an, 1970-an, dan 1980 sampai sekarang.
Sejarah PHPT
Pada
zaman prapestisida, pengendalian hama dilakukan dengan cara bercocok tanam dan
pengendalian hayati berdasarkan pemahaman biologi hama. Cara ini telah
dilakukan oleh bangsa Cina lebih dari 3000 tahun yang lalu. Pada tahun 2500 SM,
orang Sumeria menggunakan sulfur untuk mengendalikan serangga tungau (Flint dan
van den Bosch 1990). Pengendalian secara bercocok tanam dan hayati pada tanaman
padi telah dilakukan di Indonesia sejak zaman kerajaan di Nusantara, mulai dari
Kerajaan Purnawarman, Mulawarman, Sriwijaya, Majapahit, Mataram sampai era
penjajahan Belanda.
Zaman
optimisme terjadi pada tahun 1945-1962. Pada zaman itu dimulai penggunaan
insektisida diklor difenol trikloroetan (DDT), fungisida ferbam, dan herbisida
2,4 D (Flint dan van den Bosch 1990). Selama lebih kurang 10 tahun, penggunaan
pestisida menjadi bagian rutin dari kegiatan budi daya tanaman, seperti halnya pengolahan
tanah dan pemupukan. Pada zaman optimisme, pengendalian OPT tidak memerhatikan
perkembangan pemahaman biologi hama maupun penyakit. Petani ingin pertanamannya
bebas hama sehingga melakukan aplikasi pestisida secara berjadwal dan
berlebihan.
Zaman keraguan
diawali dengan terbitnya buku Silent Spring oleh Carson (1962) yang
membuka mata dunia tentang seriusnya pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh
DDT. Buku tersebut merupakan tangis kelahiran bayi dari gerakan peduli
lingkungan. Hasil penelitian menunjukkan berbagai jenis pestisida merusak
kelestarian lingkungan biotik dan abiotik di daerah beriklim sedang maupun
tropik.
Tahun
1970 merupakan awal dari revolusi hijau pestisida, pupuk sintetis, dan varietas
unggul (IR5, IR8, C4, Pelita I-1, dan Pelita I-2), yang merupakan paket
produksi. Teknologi baru ini mendorong timbulnya permasalahan wereng coklat,
yaitu munculnya biotipe baru.
Zaman PHT diperkuat oleh terbentuknya KTT Bumi di Rio de Janeiro
pada tanggal 14 Juni 1992, mengadopsi seksi I Integrated Pest
Management and Control in Agriculture dari Agenda 21 Bab 14 tentang Promoting
Sustainable Agriculture and Rural Development (Norris et al. 2003).
PHT dicetuskan oleh Stern et al. (1959). Selanjutnya, paradigma PHT
berkembang dan diperkaya oleh banyak pakar di dunia serta telah diterapkan di
seluruh dunia. Di Indonesia, PHT didukung oleh UU No. 12 tahun 1992 tentang
Sistem Budidaya Tanaman, Inpres No 3/1986 yang melarang 57 jenis insektisida,
dan PP No. 6 tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman. Pada tahun 1996 keluar
keputusan bersama antara Menteri Kesehatan dan Menteri Pertanian tentang batas
maksimum residu, serta UU No. 7 tahun 1996 tentang pangan.
Pengelolaan
hama dan penyakit terpadu dimulai sejak satu abad yang lalu, para pakar
perlindungan tanaman telah mengetahui bahwa pengendalian hama dapat dilakukan
dengan memanfaatkan musuh alami, tanaman resisten, dan pengelolaan lingkungan
(rotasi tanaman, sanitasi, dan pengelolaan tanah) (Sastrosiswojo 1989).
Pengertian PHT atau integrated pest control ata integrated
pest management adalah system pengambilan
keputusan dalam memilih dan menerapkan taktik pengendalian OPT yang dipadukan
ke dalam strategi pengelolaan usaha tani dengan berdasarkan pada analisis
biaya/manfaat, dengan mempertimbangkan kepentingan dan dampaknya pada produsen,
masyarakat, dan lingkungan.
Pengendalian
Hama dan Penyakit Terpadu Dengan banyaknya hama, penggunaan musuh alami menjadi
tidak dapat diandalkan lagi. Selanjutnya konsep pengendalian hama dan penyakit terpadu
mulai dikembangkan dengan penekanan bahwa insektisida masih tetap
digunakan, tetapi secara efektif, dengan demikian musuh alamimasih dapat
dipertahankan keberadaannya di ekosistem. Integrasi teknik ini
kemudiandikembangkan lebih lanjut, termasuk di sini adalah penggunaan teknik
lain seperti tumbuhanresisten dan sanitasi, juga pelestarian musuh-musuh alami
yang sudah merupakan suatukeharusan dalam pengendalian terpadu ini.
PHPT bukan tujuan, melainkan suatu pendekatan
ilmiah untuk mencapai sasaran, yaitu pengendalian hama agar secara ekonomis
tidak merugikan, mempertahankan kelestarian lingkungan, serta menguntungkan
petani dan konsumen (Sastrosiswojo 1989; Oka 1992).
PHPT pada awalnya adalah perpaduan antara
pengendalian secara hayati dan pengendalian kimiawi. Konsepsi tersebut kemudian
berkembang menjadi perpaduan semua cara pengendalian dalam satu kesatuan untuk
mencapai hasil panen yang optimal dan dampak eksternal terhadap lingkungan yang
minimal
PHPT diperkenalkan sehingga penggunaan pestisida berkurang.
Pengendalian hama Cara
alami untuk mengontrol hama yang telah berlangsung selama berabad-abad adalah
hubungan yang saling mempengaruhi dalam
ekosistem. Hal ini meliputi tersedianya jumlah predator
hama untuk mengendalikan hama itu sendiri. Karena kualitas lingkungan dan
hubungan yang saling menguntungkan dalam ekosistem telah tercemar oleh
pengelolaan yang salah dan polusi (termasuk polusi akibat agrikultur yang tidak
berkelanjutan), mengakibatkan punahnya predator hama, yang merupakan salah satu
sebab dari meningkatnya permasalahan hama.
Dengan demikian, falsafah PHPT adalah suatu
pendekatan pertanian berkelanjutan dengan landasan ekologi yang kokoh, bukan
melakukan pemberantasan atau pemusnahan hama dan penyakit, tetapi mengelola
atau mengendalikan tingkat populasi hama atau penyakit agar tetap berada di
bawah ambang kerusakan secara ekonomis. Meningkatnya populasi hama
disebabkan oleh berkurangnya musuh alami serta timbulnya resistensi dan
resurjensi. Sebagai contoh adalah kasus meningkatnya populasi wereng coklat.